Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di
kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten
Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di
Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian
Republik Indonesia Serikat.
APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya
APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara
Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada
tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil
ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan
Hamid II.
Rencana gerakannya di Jakarta ialah
menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri
sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX,
Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada
Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang.
Rencana tersebut berhasil diketahui dan
diambil tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II
berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil
melarikan diri ke luar negeri.
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan
adalah :
- Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
- Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
- Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka
pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan
ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke
Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus
dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan.
Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian
disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada
tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di
antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto.
Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon
diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh
Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil
sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun, setelah gagalnya
gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah dengan Ambon sebagai pusat
kegiatannya.
Untuk
itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena
tidak berhasil karena RMS menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas,
pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke
Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria, Letkol Slamet
Riyadi tertembak dan gugur.
Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi
mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2
Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964
diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan
pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan
Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956)
; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan
Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957).
Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang
bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang
diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini akhirnya
mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan
di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden.
Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada
hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama
itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah
Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel
D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta
dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara,
dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
- Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
- Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
- Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
- Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :
- Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
- Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
- Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
- Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat
- Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun 1948
Amir Syarifuddin mengecam hasil Perjanjian
Renville dan menyusun kekuatan dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dibentuk
pada tanggal 26 Februari 1948 di Surakarta, Front ini menyatukan semua golongan
sosialis kiri dan komunis. Kekuatan PKI makin bertambah besar setelah
kedatangan Musso dari Uni Soviet.
Muso menyusun doktrin PKI dengan nama Jalan
Baru dengan dibentuknya Front Nasional, yaitu penggabungan segala kekuatan
sosial, politik, dan perorangan yang berjiwa antiimperialistis dan untuk
menjamin kelangsungan Front Nasional maka dibentuklah Kabinet Front Nasional yang
terdiri dari PKI, Partai Sosialis, dan Partai Buruh Indonesia. Selain itu,
didukung pula oleh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).
Insiden di Delanggu menjadi insiden
bersenjata di kota Surakarta antara pendukung Front Demokrasi Rakyat dengan
kelompok Tan Malaka yang bergabung dalam Gerakan Revolusi Rakyat, maupun dengan
pasukan hijrah TNI.
0 komentar:
Posting Komentar